Mie


Waktu kami kecil, mama sibuk dengan pekerjaan rumah tangga dan menjahit. Kami terbiasa diberi bagian tugas, seperti mencuci piring, menjemur baju, bahkan kadang membantu membilas pakaian. Memasak pun kami diajari, jadi saat mama sibuk, kami dapat masak sendiri.

Mama sering stok telor dan sekardus mi instan. Kami bisa masak nasi, dan jika mama sibuk, kami cukup masak telor, atau makan mi instan bila ingin. Sampai saat aq harus tinggal terpisah untuk lanjut SD di Indonesia - sementara ortu dan adik-adik masih di Malaysia - aq suka masak mie instan saat malas makan nasi. Tapi selalu aku beri condiment seperti bawang merah, cabe, tomat dan sayur, juga telor bila ada.

Mama kadang saat sempat, bikinkan kami mie basah homemade. Karena kami anak anaknya memang tidak selalu harus makan nasi. Mama juga sering stok tepung, yang mudah diolah jadi macam-macam, termasuk mie.

Di Indonesia aku mengenal mie ayam. Seingatku, mie ayam pertamaku walau saat ini menurutku rasanya biasa, tapi saat pertama kenal, rasanya uenak. Kalau sekarang, ya nilanya sih, enak ga pake u hehehe.

Paling sering beli mie ayam sewaktu masih tinggal di kampung halaman, Taman, Sidoarjo, itu di pasar. Ada beberapa pilihan, yang akhirnya menemukan yang enak itu justru di luar pasar, tapi masih sekitar situ. Dan baru ada mie ayam yang lebih mantab di kampungku, justru setelah ortu punya rumah sendiri, pindah ke Trosobo. Aku sudah kerja di Jakarta, belinya saat liburan pulang kampung, mia ayamnya pedas dan sedap. Justru makanan pendampingnya yang populer, ceker pedasnya. 

Saat aq SMA ada teman ultah yang traktir mie ayam favoritnya. Rasanya sederhana, tapi justru terasa sedap dan tidak bikin eneg. Penjualnya ada di daerah Surabaya, aku sekolah SMA di Surabaya.

Saat mulai kerja di Jakarta, mie ayam mudah ketemu di mana mana. Bahkan banyak tukang mie ayam yang lewat. Namun ada satu 'franchise' mie ayam yang termasuk murah tapi cukup enak, mie ayam 'donoloyo'. Porsinya cukup besar, namun harganya cukup terjangkau, dan kebanyakan sih menggunakan tidak menggunakan mie pasar, sepertinya mie buatan sendiri 'franchise' tersebut. Aku dan suami baru kenal mie ini di daerah Jaksel di perjalanan dari tempat tinggal kami di Depok menuju ke tempat kerja di Jaksel. Kami sering mampir untuk sarapan di salah satu pedagang mie ayam tersebut. Sejak itu, kami sering sarapan mie ayam donoloyo, meski tak lagi selalu di 'cabang' itu saja. Karena semakin banyak sekarang cabangnya, bahkan kini sudah ada yang buka di dekat tempat kami tinggal. Namun ada satu kekurangan sih, beda penjual, atau peraciknya, rasanya agak beda juga hehe. Perlu penyeragaman ya seharusnya.

Ada sebuah peristiwa unik yang membuat aku tidak sedoyan dulu dengan mie ayam. Kalau level dulu suka banget yang bahkan di Solaria, salah satu vendor makanan di mall-mall, aq pesennya mie ayam wkwkwk. Kalau sekarang suka aja. Ini karena saat hamil anak pertama, aq sama sekali ga suka sama mie ayam. Baunya saja aq sudah eneg dan itu berlangsung sepanjang kehamilan. Begitu juga terhadapa bakso dan fried chicken. Sehingga ketiga makanan favoritku sebelum hamil anak pertama itu, sekarang aq sukanya biasa aja hehe.

9 Oktober 2020